Rabu, 27 Juli 2011

Hurdle Teknologi


ANALISIS PENGAWETAN DARI PRODUK KOMERSIAL
(TEORI RINTANGAN)

I.       PENDAHULUAN
Pemilihan teknologi pangan tertentu yang tepat seharusnya disesuaikan dengan kondisi pengguna.  Mulai dari teknologi pangan dikembangkan untuk skala rumah tangga atau untuk keperluan industri menengah dan besar.  Kedua pengguna teknologi yang berbeda ini mempunyai tujuan yang sama besarnya dalam menyediakan makanan yang sehat, aman, dan bergizi.  Pada industri besar, jangkauannya lebih banyak, tidak hanya untuk konsumen dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor. Dari segi waktu jangkauannya pun relatif lebih lama, sehingga makanan olahan semacam ini dapat dipasarkan selama satu tahun atau lebih.
Kemajuan teknologi pangan memberi berbagai jenis produk yang berhasil dipasarkan, misalnya makanan instan atau siap masak, minuman penyegar berkarbonasi, makanan berkalori rendah atau makanan khusus (balita, manula, olah-ragawan), makanan atau minuman vitalitas dan makanan cepat saji.  Dengan berkembang teknologi, maka cara-cara penanganan, pengolahan,  pengawetan, pengemasan, dan distribusi juga berkembang semakin canggih.  Serta dengan tersedianya sistem komunikasi yang baik melalui iklan di media masa, media layar-kaca dan elektronik, serta sistem transportasi yang semakin tertata, pendistribusian berbagai macam makanan baru semakin cepat dan dapat menjangkau ke daerah-daerah terpencil.  Dalam kondisi seperti ini, perlu perhatian terhadap keamanan, agar mutu pangan yang didistribusikan kepada masyarakat dapat dipertahankan dan aman sampai pada ketahap konsumsi.
Di samping pemanfaatan dalam penganekaragaman dan perbaikan gizi, iptek pangan juga diperlukan dalam pengolahan dan penanganan keamanan pangan.  Masalah keamanan pangan merupakan masalah kompleks, karena merupakan dampak hasil interaksi antara toksisitas kimiawi, mikrobiologik, dan status gizi. Dalam hal ini, faktor tersebut saling berpengaruh, sehingga perlu penerapan beberapa prinsip pengolahan pangan dengan harapan dapat memperpanjang masa simpan dan mutu produk dapat dipertahankan, salah satunya dengan penerapan teknologi rintangan “Hardle Teknologi”.
Hardle teknologi merupakan kombinasi dari beberapa metode pengawetan untuk memperpanjang masa simpan. Metode dilakukan untuk memperpanjang umur. Metode apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima, misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu, pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas,  mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya. 
Proses pengalengan dilakukan untuk pengawetan jangka panjang. Pengalengan dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi) serta penggunaan wadah kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.






















II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Pengelengan Bahan Pangan
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.
 Pengalengan  salah satunya pengolahan makanan dimana produk dikemas dalam kaleng dengan tujuan untuk meningkatkan daya simpan produk tersebut. Peningkatan daya simpan terjadi karena dalam pengolahan menggunakan suhu tinggi dan sistem pengemasan yang kedap udara.
Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet.  Prinsip dari pengawetan pangan antara lain kondisi steril atau bebas dari mikroorganisme penyebab kerusakan. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai. Sterilisasi komersial merupakan salah satu metode sterilisasi yang diharapakan, yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme hidup (Betha, 2010).
Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi komersial akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Sterilitas komersial (menurut FDA) atau stabilitas penyimpanan (menurut USDA) adalah kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin (sihombing, 2010).
2.2 Pengalengan
Proses pengalengan produk pangan, umum dipraktekkan di industri pengalengan, terutama pengalengan dengan menggunakan retort statis. Salah satu contoh pengalengan adalah teknologi pengalengan untuk daging. Prinsip pengalengan ini dapat juga diterapkan untuk produk pangan lain.
Pengawetan daging adalah Pengawetan dengan mempertahankan flavor, tekstur dan kenampakkan daging. Masalah yang sering terjadi dalam pengalengan:
 Jumlah mikroorganisme yang tinggi
 Nilai keasaman rendah (pH tinggi =7,0)
 Kandungan protein tinggi (protein rusak karena panas)
 Sifat organoleptik daging.
Proses pengalengan bertujuan untuk membunuh semua sel vegetatif mikroorganisme dan sporanya yang dorman dan menginaktivasi enzim. Suhu sterilisasi komersial : Suhu internal minimal harus : 2250F . Bisa juga suhu internal 2100F tergantung pada kandungan garam atau nitrit (sihombing, 2010).
 Kemasan Kaleng
Kemasan juga mempunyai sisi hitam karena sering disalahgunakan oleh produsen untuk menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, sehingga sehingga menjurus kepada penipuan atau pemalsuan. Pengemasan bahan pangan juga dapat menambah biaya produksi, dan ada kalanya biaya kemasan dapat jauh lebih tinggi dari harga isinya. Untuk produk yang dikonsumsi oleh kelompok konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak menjadi masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat umum maka biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari. Biaya pengemasan utama sekitar 10-15% dari biaya produk dan biaya kemasan tambahan sekitar 5-15% dari biaya produk (julisti,2010).
Ada beberapa tipe kaleng yang digunakan dalam pegalengan daging :
1.     Square dan pulman base
2.     Pear-shaped
3.     Round-shaped
4.     Drawn aluminium
5.     Oblong
Square dan pulman base
Bentuk kaleng ini digunakan untuk mengalengkan daging pasteurisasi. Pada prinsipnya yang dikemas, terlebih dahulu dihancurkan dan diberi bumbu. Contoh : Locheon Meat yang dibumbui dan HAM yang dichopping. Bentuk Pulman Base ini untuk daging yang diiris tipis seperti sandwich.
Pear-shaped
Digunakan unguk mengalengkan han pesteurisasi dan piknik. Bahannya diberi lapisan enamel. Juga terbuat dari plastik polietile. Ada 4 ukuran Pear-Shaped:
1.      Minature Base, berisi 1,5 lb ham dan dilakukan sterilisasi
2.      No. 1 Base, digunakan dengan berbagai ukuran berat. Untuk produk Ham, dilakukan proses pasteurisasi dan disimpan pada suhu refrigerator
3.      No 2 Base , ada dalam berbagai berat. Untuk ham dilakuka proses pasteurisasi.
4.      No. 4 Base, digunakan dengan berbagai ukuran berat. Untuk produk Whole Ham, dilakukan proses pasteurisasi dan jual untuk diiris-iris.
Round-shaped
Bentuk kaleng silinder, dengan bervariasi ukurannya. Untuk kaleng no. 10 berukuran : 208 x 108. Kebanyakan digunakan untuk produk : daging rebus, dan chili (daging berkuah).
Drawn aluminium
Digunakan untuk viena sosis
Oblong
Digunakan untuk produk daging yang disterilisasi. Umumnya berukuran 12 OZ dan beberapa berukuran 7 OZ. Bahannya bisa dari kaleng atau aluminium.

Adapun standar untuk masing-masing pengukuran dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Standar evaluasi pembongkaran seam kaleng
Pengukuran
Standar yang digunakan
Tinggi kaleng
77,10 – 77,70 mm
Lebar Seam
2,91 – 3,20 mm
Ketebalan Seam
1,23 – 1,43 mm
Counter Sink
3,03 – 3,33 mm
Kait depan
1,76 – 2,16 mm
Kait badan
1,80 – 2,20 mm
Bebas Kerut
Min 70 %
Overlap
Min 1,1
Sumber : PT. Mina Global Mandiri (2008)
Berdasarkan standar tersebut, pemeriksaan kaleng dilakukan secara acak setiap 1 jam sekali 1 kaleng. Kaleng yang tidak memenuhi standar direject. Setelah proses seaming, juga dilakukan pemeriksaan terhadap visual kaleng hasil seaming, bila terdapat kerusakan segera dipisahkan dan di bongkar agar daging dikemas kembali ke dalam kaleng yang baru. Kaleng dengan hasil seaming yang baik dilakukan pengkodean pada bagian bawah kaleng dengan posisi tepat di tengah dan jelas (mudah terbaca). Kode produksi memberikan informasi mengenai kode negara, kode perusahaan, tipe produk, kode suplier (kode mixing), nomor basket, tanggal produksi ( Julian date), dan tahun produksi.
2.3    Proses Pengalengan
2.3.1 Tahapan Proses Pengalengan
Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, terdiri dari beberapa tahap yaitu : Penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
a.      Penyiapan wadah terdiri dari proses :
1.      Pembersihan wadah sebelum dipakai, Wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
2.      Pemberian kode. Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan , tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
b.      Penyiapan Bahan Mentah
Penyiapan bahan umumnya terdiri dari pemilihan/sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah
1.      Pemilihan (Sortasi/Grading), Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna.
2.      Pembersihan (Washing), Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku; dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air.
3.      Pengupasan, Tujuan pengupasan ialah membuang bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk, dll. Pengupasan dapat dilakukan dengan :
• Pisau (sebaiknya stainless steel)
• Secara mekanis
• Larutan alkali (lye peeling)
Konsentarsi larutan alkali (NaOH) yang dipakai tergantung dari jenis dan tingkat kematangan bahan, umumnya sekitar 1,5 – 2,0 %. Pada cara pengelupasan dengan larutan NaOH, bahan biasanya direndam dalam larutan tersebut, kemudian dicuci dengan air yang telah ditambah asam.
4.      Penambahan Bahan Tertentu sebagai Zat Aditif.
·       Larutan garam dengan konsentrasi 1- 3 % sebagai media untuk ikan
·       Minyak dipakai untuk pengalengan ikan
·       Larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan

2.3.2        Pengisian (Filling)
Pengisian bahan ke dalam wadah (kaleng atau botol) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah. Pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (“ head space “). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Gunanya head space adalah supaya waktu proses sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi. Pengisian bahan dilakukan dengan tangan atau mesin. Besar “ head space “ dalam wadah sangat penting. Bila terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Bila head space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun, dengan demikian waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila “ head space “ terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
Dalam pengalengan bahan makanan biasanya ditambahkan bahan-bahan antara lain:
·         Bahan pemanis
·         Pemberi flavor
·         Mengurangi rasa asam
·         Membantu dalam pengawetan bahan, karena sifat osmotiknya.
·         Mengusir udara dan gas dari wadah dan bahan serta mengurangi tekanan selama pengolahan
·         Pada beberapa bahan pangan misalnya apel dapat mencegah pencoklatan
·         Penambahan garam ke dalam wadah dapat berbentuk larutan garam atau tablet garam, kemudian ditambahkan air secukupnya untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan.
2.3.2        Proses Pengalengan
Terdiri dari beberapa tahap yaitu :
o   Pembuangan Udara/Penghampaan / (Exhausting)
o   Penutupan Wadah (Sealing)
o   Sterilisasi (Processing)
o   Pendinginan (Cooling)
a.      Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan atau exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan: Untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space. Tujuan dari penghampaan :
·         Mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi
·         Mengeluarkan O2 dan gas-gas dari makanan dan kaleng
·         Mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi
·         Agar tutup kaleng tetap cekung
·         mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavor serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C
Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi.
Cara melakukan penghampaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
1.      Exhausting termal
Wadah yang telah diisi bahan dipanaskan untuk mengeluarkan gas-gas, baru ditutup. Hal ini dimungkinkan karena daya larut udara pada suhu tinggi dalam head space rendah, sehingga akan keluar bersama-sama dengan uap air. Wadah akan diisi oleh uap air. Pada pendinginan kembali, uap air dalam head space akan mengembun kembali, dan terjadilah keadaan vakum.
2.      Cara pengisian panas-panas.
Bahan makanan dipanaskan sampai 71 – 82ºC, kemudian diisikan panas-panas ke dalam wadah dan langsung ditutup.
3.      Secara mekanis menggunakan pompa vakum
4.      Dengan cara menginjeksikan uap air panas ke dalam head space untuk menggantikan udara dan gas-gas, selanjutnya wadah ditutup, lalu didinginkan agar uap air mengembun dan terjadi keadaan vakum.
5.      Kombinasi dari cara-cara tersebut di atas.
b.        Penutupan Wadah (Sealing)
Tujuan penutupan wadah (Sealing) adalah memasang tutup dari wadah sedemikian rupa, sehingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya setelah dilakukan sterilisasi.
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2ºC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali.
c.         Sterilisasi (Processing)
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktorfaktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121ºC selama 20-40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Setiap jenis bahan pangan mempunyai suhu dan lama sterilisasi yang berbeda, tergantung dari :
ü  Kecepatan penetrasi panas ke dalam bahan pangan. Kecepatan penetrasi panas dipengaruhi pula oleh konsistensi bahan.
ü  Ketahanan panas (heat resistance) dari bakteri penyebab kerusakan dan penyakit.
Faktor ini ditentukan oleh jenis bakteri, jumlah bakteri pada saat akan dilakukan sterilisasi dan pH dari bahan pangan. Pada umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan pada ikan di atas 100ºC ( pada 121ºC).
d.        Pendinginan (Cooling)
Tujuan pendinginan pada proses pengalengan antara lain :
ü  Mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan
ü  mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati
Cara Pendinginan pada wadah kaleng yang sudah dipanaskan kemudian didinginkan dengan air dingin sampai suhunya 35-40ºC. Pendinginan dapat dilakukan :
ü  di dalam otoklaf sebelum autoklaf dibuka atau
ü  di luar otoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin. Air pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih dahulu.
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah.

2.4 Cornet Beef
Produk olahan daging semisolid dalam bentuk massa kompak. Dibuat dari daging sapi, kentang, bumbu-bumbu dan bahan tambahan lainnya. Produk akhir tidak boleh kurang dari 35% daging yang ditrimming dan dimasak, berat daging mentah kurang yang dimasak 70%. Produk akhir tidak boleh lebih 15% lemak dan kadar air tidak lebih 72%. Bahan-bahan yang terkandung dalam kornet antara lain adalah sebagai berikut :
v  Daging sapi         = 100 Lb
v  Tepung kentang   = 130 Lb
v  Kaldu                   = 40 Lb
v  Bawang putih      = 9 Lb
v  Garam                  = 4
v  Merica                 = 4 OZ
v  Sodium Nitrit      = 0,25 OZ
Proses Pembuatan Cornet beef adalah sebagai berikut:
Daging
Daging dipotong berukuran 2 inci. kemudian dimasukkan dalam keranjang dan dimasak dalam air pada suhu 1800F selama 10-20 menit.  Air rebusan 5 gallon untuk 100 Lb daging dalam wadah stainless steel. Selama pemasakkan/perebusan terjadi pengkerutan 30% (dilakukan sebelum dan sesudah dimasak). Didinginkan dan digrinding berukuran 3/16 inci.
Kentang
Tepung kentang direndam dalam air panas sampai terjadi rehidratasi. Kemudian 1 bagian kentang ditambahkan 4 bagian air panas biarkan selama 15-20 menit.
Bawang, Merica
Bawang segar terlebih dahulu diblanching dan digiling – bawang bubuk.
Nitrit
Dilarutkan dalam air
Pengisian dan Pengalengan
ü  Kaleng dicuci bersih dengan deterjen dengan penyemprotan.
ü  Semua bahan dicampur sampai homogen dan ditambahkan kaldu.
ü  Ditambahkan saus panas (<1600F atau min 1200F) sampai kaleng penuh, sisakan untuk head spase dan exshausthing pada suhu 2000F selama 7-10 menit.
ü  Kaleng diaduk agar bagian dalamnya merata.
ü  Tutup dengan vakum.
ü  Disemprotkan dengan air detergen untuk menghilangkan kotoran lemak yang melekat pada kaleng
ü  Selanjutnya disterilisasi dengan suhu dan lamanya disesuaikan dengan ukuran kaleng.
ü  Segera didinginkan setelah strerilisasi dalam air dingin sampai suhu 950F – 1050F untuk mencegah kerusakan bakteri termofilik dan pengkaratan kaleng
ü  Selain itu juga dilakukan uji untuk melihat adanya kebocoran kaleng
Suhu dan Lama Sterilisasi Daging Rebus :
Mekanisme Pengalengan bahan pangan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.    Bahan pangan dikemas dulu secara hermetis, baru kemudian dipanaskan.
2.    Bahan pangan dipanaskan lebih dahulu baru dikemas (dipak) secara hermetis baik setelah dingin maupun panas. Penggunaan kemasan secara dingin itu sering disebut sebagai pengalengan aseptis.
2.5 Penutupan Kaleng
Mesin penutup kaleng memiliki empat bagian penting yang berhubungan langsung dengan proses penutupan. Keempat bagian itu adalah:
1.      Seaming chuck
Merupakan bagian yang berbentuk lempeng atau piringan bulat yang ukurannya tepat seperti tutup kaleng (memiliki ukuran yang sama seperti bagian counter sink). Adapun fungsi seaming chuck ini adalah untuk menahan kaleng body agar tidak meleset pada operasi penutupan oleh rol pertama dan kedua.
2.      Can lifter plate
Merupakan lempengan bulat yang menyangga kaleng dari bawah sehingga bagian atas kaleng menempel pada seaming chuck dan tepat berada pada posisi operasi rol pertama dan kedua.
3.        First operation seaming roll
Pada alat penutup kaleng double seamer, proses penutupan kaleng yang sebenarnya dilakukan oleh dua pasang rol yang posisinya saling bersilangan. Rol pertama ini ada dua (sepasang) yang posisinya adalah saling diagonal. Rol pertama memiliki lekukan yang lebih dalam dan lebar yang berfungsi untuk membentuk keliman awal.
4.        Second operation seaming roll
Merupakan rol kedua yang berfungsi untuk menyempurnakan hasil dari rol pertama. Rol kedua ini memiliki lekukan yang dangkal dan sempit sehingga menghasilkan keliman ganda yang lebih rapat.
Pada prinsipnya operasi penutupan kaleng dilakukan sebagai berikut:
Kaleng diletakkan tepat ditengah-tengah lifter, pada saat pedal ditekan lifter akan naik sehingga kaleng melekat pada seaming chuck, yang mana pada seaming chuck telah terdapat tutup kaleng. Rol pertama mulai bekerja, sambil berputar rol pertama akan mendekati posisi tutup kaleng. Karena lekukan pada rol pertama, maka tutup kaleng akan melipat ke bawah. Keliman pertama terbentuk. Setelah rol pertama mengelilingi seluruh bagian tutup kaleng maka rol pertama akan menjauhi tutup kaleng.
Setelah itu rol kedua yang berputar akan mendekati tutup yang telah dilipat oleh rol pertama tadi, karena lekukanya lebih sempit dan dangkal maka keliman yang terbentuk oleh rol kedua ini akan lebih rapat. Setelah rol kedua menyelesaikan tugasnya maka akan segera menjauhi chuck dan lifter bersama kaleng yang telah tertutup akan turun, dan selesailah operasi penutupan kaleng tersebut. Seluruh operasi penutupan kaleng memerlukan waktu sekitar 10 detik.
2.6 Kerusakan Produk Makanan Kaleng
Produk makanan kaleng memiliki masa simpan yang relatif lama dan dapat dikatakan makanan yang awet. Walau dikatakan awet, produk akan berubah juga dengan berlalunya masa simpan. Umumnya produk kalengan mempunyai daya simpan antara 2-3 tahun. Tergantung pada jenis produk dan tingkat pengolahan. Produk biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dapat disimpan pada suhu kamar dan di mana saja. Namun penyimpanan pada suhu rendah dan tempat yang kering akan memperpanjang masa simpan. Tempat yang lembap dan basah dapat menyebabkan pengkaratan kaleng yang tidak diinginkan.
Kerusakan produk yang lain dapat disebabkan oleh kurang sempurnanya pengolahan. Kurangnya suhu dan waktu pemanasan dapat memberi peluang bagi tumbuhnya mikroba yang mungkin berbahaya bagi manusia. Misalnya, Clostridium botulinum. Bakteri ini paling tahan panas dan dapat hidup pada kondisi anaerobik (tanpa oksigen). Botulinin, sang racun dilaporkan sangat mematikan. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernafas. Racun botulinin peka terhadap pemanasan.
Biasanya bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada produk pH rendah seperti pada buah , sari buah, buah, dan sayuran. Tetapi Pemanasan produk ber-pH tinggi seperti pada produk daging ikan, pemanasan ringan sebelum dikonsumsi membantu pencegahan keracunan botulinin.
Kebusukan produk kaleng ada yang bisa dilihat secara kasat mata dari kondisi kalengnya (seperti pengembungan kaleng atau kecembungan pada sisi tertentu). Tetapi ada juga yang tidak terdeteksi dari luar. Kerusakan produk kaleng menurut Winarno, dkk. (1984) dapat digolongkan sebagai berikut:
  • flat sour : kaleng tidak cembung, tetapi isinya sangat asam. Permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam yang menusuk. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.
  • flipper  : kaleng kelihatan normal, tetapi jika salah satu ujung ditekan, maka akan cembung ke arah yang berlawanan. Bila dilihat secara sekilas, kaleng terlihat norrnal tanpa kerusakan. Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan cembung.
  • Springer : salah satu ujung datar, sedang ujung lainnya cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan. Salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedangkan ujung yang lainnya tampak cembung permanen. Bila bagian yang cembung ini ditekan, maka bagian ujung yang masih rata akan tampak cembung.
  • swell : (cembung) yang dibedakan atas soft swell dan hard swell. Kaleng menjadi cembung karena adanya bakteri pembentukan gas. Kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat adanya bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dibedakan menjadi soft swell yang lunak dan masih bisa ditekan sedikit dengan jari, serta hard swell yang keras dan tidak bisa ditekan ke dalam.
2.7 Kelemahan Produk Kaleng
Kelemahan dari produk makanan kaleng adalah produk makanan kaleng diolah dengan suhu tinggi, produk pengalengan aseptik umumnya kehilangan cita rasa segarnya. Produk cenderung memberi rasa matang. Perubahan cita rasa tampak jelas pada produk.
Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan selama proses.
Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. seperti teksturnya. Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Pada beberapa produk bisa diatasi dengan penambahan bahan-bahan yang bisa memperbaiki tekstur. 
Timbulnya rasa "taint" kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng tidak sempurna.
2.8 Pelabelan dan Desain Kemasan
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen. Pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal berikut (Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan) :
a.       Nama produk
b.      Daftar bahan yang digunakan
c.       Berat bersih atau isi bersih
d.      Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia
e.       Keterangan tentang halal
f.       Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.
Selain itu keterangan-keterangan lain yang dapat dicantumkan pada label kemasan adalah nomor pendaftaran, kode produksi serta petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta tulisan atau pernyataan khusus. Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD, sedangkan produk luar negeri diberi kode ML. Kode produksi meliputi tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi.
Petunjuk atau cara penggunaan diperlukan untuk makanan yang perlu penanganan khusus sebelum digunakan, sedangkan petunjuk penyimpanan diperlukan untuk makanan yang memerlukan cara penyimpanan khusus, misalnya harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku. Nilai gizi diharuskan dicantumkan bagi makanan dengan nilai gizi yang difortifikasi, makanan diet atau makanan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Informasi gizi yang harus dicantumkan meliputi : energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral atau komponen lain. Gambar yang tertera pada label kemasan juga harus sesuai dengan isi produk, sebagai contoh produk sapi harus mencantumkan gambar sapi bukan gambar ikan atau kambing (Julianti dan Nurminah 2007).

















III. PEMBAHASAN

Kaleng dipilih orang untuk kemasan makanan karena sifatnya kedap udara, relatif, mudah dibentuk dan tidak mudah pecah. Dengan keunggulan sifat ini, kaleng telah digunakan sebagai pengemas pada produk aseptik yang dikenal sebagai produk kalengan konvensional. Produk kalengan identik dengan produk aseptik dalam keleng yang diolah pada suhu tinggi yang didasarkan pada prinsip sterilisasi komersial.
Produk kemasan kaleng merupakan salah satu penerapan teknologi untuk menghasilkan produk makanan yang aman dengan tetap mempertahankan kualitas adri produk makanan. Pada proses  pengalengan telah menerapkan prinsip hardle teknologi atau teknologi rintangan. Padapreses pengalengan penerapan teknologi terdiri dari beberapa metode yaitu : pasteurisasi, pH, penggunaan zat aditif dan kemasan aseptik.
 Sterilisasi pada pengalengan umumnya dilakukan lewat pemanasan pada suhu 121ºC selama 20-40 menit. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu yang digunakan biasanya tergantung pada jenis pH produk. Semakin rendah pH produk, semakin pendek dan rendah waktu serta suhu yang digunakan.
Proses pengolahan yang kurang sempurna pada makanan kaleng dapat menyebabkan bahaya yang serius. Kurangnya suhu dan waktu pemanasan dapat memberi peluang bagi tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, bakteri yang paling tahan panas dan dapat hidup dalam kondisi anaerobik. Bakteri ini mampu melindungi diri dari suhu yang tinggi dengan cara membentuk spora. Hal ini memungkinkan bakteri tersebut untuk hidup dalam makanan kaleng yang bahan bakunya daging, ikan atau sayur yang nilai keasamaannya relatif rendah.







IV. KESIMPULAN

Kornet kaleng dapat disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar 2 tahun. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan perubahan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia. Secara umum ciri-ciri kornet yang tidak layak dimakan adalah cita rasa asam, bau tidak asam, kaleng mengembung, kaleng bocor, berkarat dan berwarna gelap.
Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Proses pengalengan makanan merupakan salah satu penerapan teknologi hardle teknologi (teknologi rintangan) dalam pengolahan bahan makanan untuk mendapatkan makanan yang memiliki umur simpan yang lebih lama. Metode  yang akan dilakukan untuk memperpajang umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima, misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu, pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas,  mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya. 
Berdasarkan SNI 01-69293-2002 mengenai daging kaleng secara pasteurisasi, teknik pengemasan yang dilakukan pada produk akhir harus dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta higienis. Pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk akhir. Pada tahap pengepakan memiliki potensi hazard  (bahaya) berupa kesalahan label, proses bertujuan mendapatkan kemasan produk yang baik dan sesuai dengan label. Oleh karena itu, setelah proses pendinginan, kaleng dikeluarkan dari bak pendingin kemudian dipindahkan ke ruang pengemasan dan dimasukkan dalam master karton sesuai dengan label. Penanganan dilakukan secara hati-hati dan teliti.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.  2000.  Teknologi  Tepat  Guna:  Pengawetan  dan  Bahan  Kimia. Pendayagunaan  dan  Pemasyarakatan  Ilmu  Pengetahuan  dan  Teknologi, Kemenegristek.
Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional : Prospek Peluang dan Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 21. No.3. Hal. 92-99.
Irianto, H.E. dan Akbarsyah,T.M.I., 2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial. Penelitian Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Squelen Vol. 2. No. 2. Hal 43-50.
Lailogo,  O.,  Kanahau,  D  dan  Nulik,  J.  2005.  Produk  ternak  dan  inovasi  teknologi peternakan  menunjang  keamanan  pangan  hewani  di  Nusa  Tenggara  Timur. Prosiding  Lokakarya  Keamanan  Pangan  Produk  Peternakan. 2005. Hal: 189-196.
Prasetyo, R.J. 2006. Proses lengkap Teknik Pengalengan makanan Modern. H:\bahan penawetan\proses-lengkap-teknik-pengalengan.html
Suryanto, E. 2009. Pemilihan Pengawet Produk Olahan Daging.   http://chickaholic.wordpress.com/2009/05/07/pemilihan-pengawet-produk-olahan-daging/. 
Syam, N. H. W. 2001. Kajian Potensi Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum (O.) dan Lactobacillus fermentum Beijerinck) dalam meningkatkan Mutu Pengawetan Ikan Tuna (Euthynnus affinis Cantos). Tesis Magister Biologi ITB.
Wijaya,C.H. 2001.Teknologi Pengolahan Pangan. Makanan Kaleng, Praktis di saat Krisis. H:\bahan penawetan\pubde_tknprcss_mknkaleng.php.htm
________ Mengatasi Racun Makanan Kaleng.  Keamanan Pangan. Teknologi Pangan dan Gizi IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar